Senin, 20 Maret 2017

Penilaian Afektif dan Psikomotor

Penilaian Afektif
Afektif berkenaan dengan sikap dan nilai. Beberapa ahli mengatakan bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya, bila seseorang telah memiliki penguasaan kognitif tingkat tinggi. Penilaian hasil belajar afektif kurang mendapat perhatian dari guru. Para guru lebih banyak menilai kognitif. Tipe hasil penilaian afektif tampak pada siswa dalam berbagai tingkah laku seperti perhatiannya terhadap pelajaran, disiplin, motivasi belajar, menghargai guru dan teman sekelas, kebiasaan belajar, dan hubungan sosial.
Sekalipun bahan pelajaran berisi kognitif, afektif harus menjadi bagian integral dari bahan tersebut dan harus tampak dalam proses belajar dan hasil belajar yang dicapai oleh siswa. Kawasan afektif yaitu kawasan yang berkaitan dengan aspek-aspek emosional seperti perasaan, minat, sikap, kepatuhan terhadap moral dan sebagainya. Di dalamnya mencakup penerimaan (receiving/attending), sambutan(responding), tata nilai (valuing), pengorganisasian (organization), dan karakterisasi (characterization).
Cara Pengaflikasian Penilaian Afektif
Seorang peserta didik yang tidak memiliki minat terhadap mata pelajaran tertentu, maka akan kesulitan untuk mencapai ketuntasan belajar secara maksimal. Sedangkan peserta didik yang memiliki minat terhadap mata pelajaran, maka akan sangat membantu untuk mencapai ketuntasan pembelajaran secara maksimal.
Secara umum aspek afektif yang perlu dinilai dalam proses pembelajaran terhadap berbagai mata pelajaran mencakup beberapa hal, sebagai berikut:
1.     Penilaian sikap terhadap materi pelajaran. Berawal dari sikap positif terhadap mata pelajaran akan melahirkan minat belajar, kemudian mudah diberi motivasi serta lebih mudah dalam menyerap materi pelajaran.
2.     Penilaian sikap terhadap guru. Peserta didik perlu memilki sikap positif terhadap guru, sehingga ia mudah menyerap materi yang diajarkan oleh guru.
3.     Penilaian sikap terhadap proses pembelajaran. Peserta didik perlu memiliki sikap positif terhadap proses pembelajaran, sehingga pencapaian hasil belajar bisa maksimal. Hal ini kembali kepada guru untuk pandai-pandai mencari metode yang kira-kira dapat merangsang peserta didik untuk belajar serta tidak merasa jenuh.
4.     Penilaian sikap yang berkaitan dengan nilai atau norma yang berhubungan dengan suatu materi pelajaran. Misalnya peserta didik mempunyai sikap positif terhadap upaya sekolah melestarikan lingkungan dengan mengadakan program penghijauan sekolah.
5.     Penilaian sikap yang berkaitan dengan kompetensi afektif lintas kurikulum yang relevan dengan mata pelajaran. Peserta didik memiliki sikap positif terhadap berbagai kompetensi setiap kurikulum yang terus mengalami perkembangan sesuai dengan kebutuhan.
Pengukuran renah afektif meliputi lima jenjang kemampuan, yakni sebagai berikut:
1.     Menerima
Jenjang menerima berhubungan dengan kesediaan atau kemauan siswa untuk ikut dalam fenomena atau stimulasi khusus.Dihubungkan dengan pengeajaran jenjang ini berhubungan dengan menimbukkan, mempertahankan, dan mengarahkan perhatiana siswa. Sedangkan perumusan untuk membuat soalnya yaitu menanyakan, menjawab, menyebutkan, memilih, mengidentifikasi, memberikan, mengikuti, menyeleksi, menggunakan, dan lain-lain
2.     Menjawab
Pada tingkat menjawab, siswa hanya menghadiri sesuatu fenomena tertentu tetapi juga mereaksi terhadapnya dengan salah satu cara. Hasil belajardalam jenjang ini dalapt menekankan kemauan untuk menjawab. Sedangkan perumusan bentuk soalnya adalah menjawab, melakukan, menulis, menceritakan, membantu, melaporkan, dan sebagainya
3.     Menilai
Pada jenjang menilai siswa diperkenalkan terhadap suatu objek, fenomena, atau tingkah laku tertentu, jenjang ini berjenjang mulai dari hanya sekedar penerima nilai sampai ketingkat komitmen keterampilan. Sedangkan perumusan soalnya menerangkan, membedakan, memilih, mempelajari, mengusulkan, menggambarkan, menggabung, mempelajari, menyeleksi, bekerja, membaca, dan sebagainya;
4.     Organisasi
Yaitu menyatukan nilai yang berbeda, menyelesaikan masalah diantara nilai itu sendiri, jadi tugas seorang guru dalam mengevaluasi ialah memberikan penekanan pada membandingkan, menghubungkan dan mensistensikan nilai-nilai. Mengorganisasikan, mengatur, membandingkan, mengintegrasikan, memodifikasi, menghubungkan, menyusun, memadukan, menyelesaikan, mempertahankan, menjelaskan, menyatukan, dan lain-lain;
5.     Karakterisasi dengan suatu nilai atau kompleks nilai
Siswa memiliki system nilai yang mengontrol tingkah lakunya untuk suatu waktu yang cukup lama sehingga membentuk karakteristik “pola hidup”. Jadi, tingkah lakunya menetap, konsisten, dan dapat diramalkan. Hasil belajar meliputi sangat banyak kegiatan, tapi menekankan lebih besar diletakkan pada kenyataan bahwa tingkah laku itu menjadi ciri khas atau karakteristik siswa itu.

Penilaian Psikomotorik
Penilaian Psikomotorik dicirikan adanya aktivitas fisik dan keterampilan kinerja oleh siswa. Bloom mengatakan bahwa ranah psikomotor berhubungan dengan hasil belajar yang pencapaiannya melalui keterampilan manipulasi yang melibatkan otot dan kekuatan fisik. Siswa melaksanakan suatu tugas tertentu yang memerlukan keterampilan, misalnya dalam kegiatan siswa yaitu berbagai jenis praktek yang dilakukan di sekolah demi pengambilan nilai tugas.
Dengan kata lain, kegiatan belajar yang banyak berhubungan dengan ranah psikomotorik adalah praktik di aula/lapangan, di bengkel, dan praktikum di laboratorium. Dalam kegiatan-kegiatan praktik juga ada ranah kogitif dan afektifnya. Dalam hubungan ini guru melakukan pengamatan untuk menilai dan menentukan apakah siswa sudah terampil atau belum, memerlukan kerja sama kelompok dinilai keterampilan kerja sama siswa serta keterampilan kepemimpinan siswa dan lain sebagainya
Menurut R.H. Dave (1970) hasil belajar ranah psikomotor dibagi menjadi lima tahap yaitu:
1)     Imitasi (imitation)
Imitasi adalah kemampuan melakukan kegiatan-kegiatan sederhana dan sama persis dengan yang dilihat atau di perhatikan sebelumnya.
2)     Manipulasi (manipulation)
manipulasi adalah kemampuan melakukan kegiatan sederhana yang belum pernah dilihatnya tetapi berdasarkan pada pedoman atau petunjuk saja.
3)     Presisi (precision).
Presisis adalah kemampuan melakukan kegiatan-kegiatan akurat sehingga mampu menghasilkan produk kerja yang presisi.
4)     Artikulasi (articulation)
Artikulasi yaitu kemampuan melakukan kegiatan kompleks dan ketepatan sehingga produk kerjanya utuh.
5)     Naturalisasi (naturalization).

Naturalisasi yaitu kemampuan melakukan kegiatan secara refleks yaitu keiatan melibatkan fisik saja sehingga efektivitas kerja tinggi.

5 komentar:

  1. dari apa yang putri tulis untuk penilaian afektif, yang menjadi pertanyaan saya bagaimana jika ada siswa pintar yang artinya memiliki nilai kognitif tinggi tapi dari segi afektif atau sikapnya rendah.. bagaimana solusi yang baik dalam melakukan penilaian terhadap siswa yang memiliki kondisi demikian

    BalasHapus
  2. Bisa dikatakan siswa di kota Jambi ini sangat jarang memiliki nilai kognitif tinggi dg sikap yg rendah. Tapi pasti ada. Nah pada kurikulum 2013 skrg ini dalam penilaian khususnya di rapor, tidak hanya nilai kognitif dn rangking kelas saja yg dicantumkan, aspek sikap dn psikomotor seperti minat dn bakatpun dicantumkan sebagai penilaian hasil belajar siswa. Seorang siswa yg memiliki kognitif tinggi tidak akan sembarang bertindak ataupun bersikap. Karena si siswa memiliki pemikiran atau daya analisis yg tinggi.

    BalasHapus
  3. namun permasalahan ini terkadang dijumpai,, siswa pintar belum tentu cerdas,, dimana siswa tersebut masih lemah tingkat kesadaran diri, EQ dan SQ.

    BalasHapus
  4. Menurut saya, siswa pintar blm bisa dikategorikan kognitif tinggi. Dia pintar dalam artian apa?? Sedangkan menurut saya yg memiliki level kognitif tinggi itu disebut siswa cerdas. Siswa cerdas tidak akan sembarangan.

    BalasHapus
  5. kecerdasan seseorang bisa dari segi IQ, EQ dan SQ. jika hanya IQ, siswa tersebut hanya dikategorikan pintar namun belum diimbangi dengan kecerdasan emosi(EQ) dan SQ sehingga jika IQ tidak diimbangi dengan EQ maka siswa itu hanya pintar tapi tidak cerdas secara emosi dan spritual,, hal ini yang mempengaruhi sikap siswa tersebut. sehingga ada dijumpain siswa yang pintar tapi memiliki akhlak yang tidak baik

    BalasHapus